Rabu, 27 April 2011

APBN DANA


APBN DANA
Pajak Migas Bisa Diubah
Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas mengusulkan agar perubahan porsi bagi hasil migas menjadi opsi terakhir yang diambil pemerintah dalam upaya memperbesar perolehan keuntungan dari kenaikan harga minyak. Penerapan pajak tambahan paling mungkin dilakukan meskipun tidak populer.
Kepala BP Migas R Priyono, Jumat (13/6) di Jakarta, mengemukakan, pihaknya telah menyiapkan beberapa skenario cadangan untuk mendukung skema berbagi beban kenaikan harga minyak yang sedang disusun Departemen Keuangan.
Selain opsi pajak. BP Migas juga mengusulkan pengetatan dan pembatasan biaya pemulihan yang dibebankan ke negara (cost recovery). "Ada usulan menerapkan pajak tambahan, misal pajak ekspor atau pajak keuntungan tambahan," kata Priyono.
Ia mengakui, penambahan pajak tersebut tidak menarik bagi investor migas. Namun, pilihan tersebut lebih mungkin dilakukan dibandingkan dengan perubahan porsi bagi hasil. "Mengubah porsi bagi hasil sama artinyadengan mengubah kontrak, sedangkan kita adalah negara yang sangat menghargai kesahihan kontrak. Maka, mengubah bagi hasil akan menjadi langkah terakhir kalau diperlukan," kata Priyono.
Semua alternatif yang mungkin diambil akan disampaikan kepada kontraktor kerja sama migas. "Nanti dilihat, mana yang bisa mereka terima. Namun, keputusan akhir tetap ada di tingkat menteri," kata Priyono.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah akan mengambil beberapa kebijakan terhadap kontraktor migas untuk mengurangi tekanan APBN. Bentuknya akan dijabarkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak.
Menurut Purnomo, pemerintah sudah punya hitung-hitungan tambahan dana dari windfall profit migas terhadap APBN.
Kepala Divisi Operasi Finansial BP Migas Sudjarjono mengatakan, pemerintah bisa menerapkan pajak progresif untuk PPh yang disesuaikan dengan kenaikan harga minyak. Tinggal ditetapkan saja, di harga minyak berapa eskalasi pajak itu berlaku," ujarnya.
Sudjarjono menambahkan, perubahan aturan perpajakan maupun bagi hasil sebenarnya sama-sama terkait dengan perubahan kontrak kerja sama migas sehingga diperlukan aturan yang lebih tinggi daripada kontrak.

Sudah berbagi beban
Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia Suwito Anggoro menilai dengan sistem kontrak bagi hasil, para kontraktor sudah berbagi beban dengan memberikan kelebihan keuntungan yang lebih besar kepada pemerintah.

"Sudah ada hak dan kewajiban dengan sistem bagi hasil. Bukan hanya sharing the pain, tetapi juga sudah sharing success and risk. Namun soal bentuk penerapan sharing the pain itu kami serahkan ke pemerintah." katanya.
Terkait produksi migas, PT Pertamina menyatakan pengangkutan minyak mentah bagian pemerintah dapat diselesaikan dalam dua minggu ini. Hal itu sesuai dengan peringatan yang disampaikan BP Migas ke Pertamina BP Migas mencatat ada 13.5 juta barrel minyak bagian pemerintah yang belum terangkut
Kepala Divisi Humas PT Pertamina Wisnuntoro mengatakan, pihaknya sempat terkendala karena beberapa kontraktor migas menilai kapal Pertamina tidak sesuai standar mereka. "Kadang ada ketentuan dermaga yang berbeda-beda sehingga kapal tidak boleh masuk." katanya.
Menurut Wisnuntoro, armada kapal Pertamina cukup. Saat ini, perseroan memiliki 36 kapal pengangkut minyak yang dimiliki sendiri dan 120 kapal sewa, dengan total kapasitas maksimal 600.000 barel per hari.
Namun. Wisnuntoro mengatakan masih ada kesimpangsiuran jumlah minyak mentah bagian pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar